Selasa, 19 November 2013

Hukum Berguru Dalam Internet

Zaman globalisasi sudah tidak terhindari lagi. Globalisasi seolah meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Sehingga kejadian di belahan bumi utara bisa diterima beberapa detik dibelahan bumi selatan. Begitulah karakter globalisasi yang cenderung merusak berbagai pelanggeran, termasuk di dalamnya juga berbagai pelanggaran keagamaan. Sehingga di zaman globalisasi ini susah sekali membedakan antara alim (orang yang mengerti) dan jahil (orang yang tidak mengerti), antara faqih dan bukan faqih, antara mufassir (ahli tafsir) dan mengaku-ngaku ahli tafsir. Demikianlah keadaannya, berbagai informasi dan pengetahuan dengan mudah dapat diakses di dunia cyber (internet). Bahkan yang memperparah keadaan adalah banyaknya orang yang menjadikan dunia maya (internet)sebagai seorang guru tempat bertanya dan mencari tahu. Dan celakanya dari guru (dunia maya) inilah mereka lalu menyebarkan apa yang di dapatnya kepada murid-muridnya. Sungguh mereka ini adalah kelompok yang sesat dan menyesatkan. Memang, tidak semua yg ada di internet adalah tidak benar. Banyak sekali kebenaran yang terserak di sana, akan tetapi kebenaran itu belum teruji dan masih perlu diferifikasi lebih lanjut. Karena bagaimanapun internet bukanlah guru yang memiliki sanad yang jelas, bahkan internet sering menjadi penyebar hal-hal negative. Alih-laih membawa berkah, internet banyak sekali memberi musibah. Bagaimana bisa menjadikan seorang yang menyebabkan musibah sebagai seorang guru? Sungguh terlalu. Oleh karena itu, keberadaan globalisasi dan internet yang tidak dapat dihindarkan harus diposisikan yang benar dan memberi manfaat. Sebagaimana pisau di tangan tukang masak bukan di tangan preman. Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang berguru langsung kepada Jibril. Demikianlah tuntunan agama yang baik sebagaimana dilanutnkan dalam sya’ir: ومن يأخذ العلم من شيخ مشافهة # يكن عن الزيغ والتصحيف فى حرم ومن يكن أخذا للعلم من صحف # فعلمـــه عند أهــــــــل العلم كالعدم Barang siapa yang mengambil ilmu dari seorang guru dengan musyafahah (berhadap-hadapan langsung), niscaya terpeliharalah ia dari pada tergelincir dan jeliru. Dan barangsiapa mengambil ilmu dari buku-buku (apalagi internet), maka pengetahuannya menurut penilaian ahli ilmu adalah nihil semata. Demikianlah seharusnya memposisikan internet sebagai media yang harus dikonfirmasi kembali berbagi informasi di dalamnya. Tidaklah layak langsung ditelan mentah2, tetapi harus dimasak lebih dahulu. Sayang sekali, banyak sekali orang terlalu tinggi ego dalam dirinya sehingga malu bertanya dan enggan mengakui orang lain sebagai gurunya yang lebih tahu. Jika sudah demikian maka percuma berbagai nasehat, karena keinkarannya lebih kuat dari pada keinginan untuk belajar. المنكر لايفيده التطويل ولو تليت عليه التوراة والانجيل Tidaklah berguna berpanjang keterangan dan kalam bagi orang yang relah inkar, walaupun dibacakan padanya taurat dan injil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar